Ibadah Qurban
1. Pengertian
Qurban
Qurban berasal
dari bahasa Arab :
قَرُبَ - يَقْرُبُ - قُرْبًا وَ قُرْبَانًا وَ قِرْبَانًا.
المنجد
Artinya :
"Mendekat/pendekatan".
Adapun
pengertian Qurban menurut agama yaitu, "Usaha pendekatan diri dari seorang
hamba kepada Penciptanya dengan jalan menyembelih binatang ternak dan
dilaksanakan dengan tuntunan, dalam rangka mencari
ridla-Nya".
Firman Allah SWT
:
لَنْ يَّنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلاَ دِمَآؤُهَا وَلكِنْ يَّنَالُهُ
التَّقْوى مِنْكُمْ، كَذلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبّرُوا اللهَ عَلى مَا
هَديكُمْ، وَ بَشّرِ اْلمُحْسِنِيْنَ. الحج: 37
Daging-daging
unta itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridlaan) Allah dan tidak (pula)
darahnya, tetapi taqwa dari pada kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah
Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah atas
hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah khabar gembira kepada orang-orang yang
berbuat baik. [QS. Al-Hajj :
37]
2. Hukum dan
keutamaan Qurban
Menyembelih
qurban pada hari raya 'Iedul Adlha dan hari Tasyriq (tanggal 10, 11, 12 dan 13
Dzulhijjah) ini, hukumnya adalah Sunnah
Muakkadah.
Adapun tentang
keutamaan qurban, banyak diterangkan di dalam hadits-hadits dla’if, diantaranya
sebagai berikut :
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: مَا عَمِلَ ابْنُ ادَمَ
يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً اَحَبَّ اِلَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ،
وَ اِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ اْلقِيَامَةِ بِقُرُوْنِهَا وَ اَظْلاَفِهَا وَ
اَشْعَارِهَا، وَ اِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ بِمَكَانٍ
قَبْلَ اَنْ يَقَعَ عَلَى اْلاَرْضِ، فَطِيْبُوْا بِهَا نَفْسًا. ابن ماجه 2: 1045،
رقم: 3126، ضعيف، لانه فى اسناده ابو المثنى و اسمه سليمان بن يزيد
Dari
‘Aisyah
bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Tidak ada amal
anak Adam pada hari Nahr ('Iedul Adlha) yang paling disukai Allah
‘Azza wa Jalla
selain daripada menyembelih qurban, qurban itu akan datang kepada orang-orang
yang melakukannya pada hari qiyamat seperti semula, yaitu lengkap dengan
anggotanya, tanduk, kuku dan bulunya. Darah qurban itu lebih dahulu jatuh ke
suatu tempat yang disediakan Allah ‘Azza wa Jalla
sebelum jatuh ke atas tanah. Oleh sebab itu, berqurbanlah kalian dengan senang
hati. [HR. Ibnu
Majah juz 2, hal. 1045, no. 3126, dlaif, karena dalam sanadnya ada perawi
bernama Abul Mutsanna, yang nama aslinya Sulaiman bin
Yazid]
عَنْ زَيْدِ بْنِ اَرْقَمَ قَالَ: قَالَ اَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ ص:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا هذِهِ اْلاَضَاحِيُّ؟ قَالَ: سُنَّةُ اَبِيْكُمْ
اِبْرَاهِيْمَ. قَالُوْا: فَمَا لَنَا فِيْهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكُلّ
شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ. قَالُوْا: فَالصُّوْفُ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكُلّ
شَعَرَةٍ مِنَ الصُّوْفِ حَسَنَةٌ. ابن ماجه 2: 1045، رقم : 3127، ضعيف لانه فى
اسناده ابو داود و اسمه نفيع بن الحارث و عائذ الله
Dari Zaid bin
Arqam, ia berkata : Para shahabat Rasulullah SAW bertanya, "Ya Rasulullah,
apakah udlhiyah itu ?". Jawab Nabi SAW, "Itulah sunnah ayahmu, Ibrahim". Mereka
bertanya, "Apa yang kita peroleh dari udlhiyah itu, ya Rasulullah ?". Jawab
beliau, "Pada tiap-tiap helai bulunya kita peroleh satu kebaikan. Lalu para
shahabat bertanya, “Bagaimana dengan
bulu domba, ya Rasulullah ?". Beliau SAW bersabda, “Pada tiap-tiap
helai bulu domba kita peroleh satu kebaikan”. [HR. Ibnu
Majah 2 : 1045, no. 3127, dlaif karena dalam sanadnya ada perawi bernama Abu
Dawud yang nama aslinya Nufai’ bin Al-Harits,
ia matruk, tertuduh memalsu hadits, dan ‘Aaidzullah, ia
dla’if].
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ وَجَدَ
سَعَةً فَلَمْ يُضَحّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّناَ. احمد 3: 207، رقم:
8280
Dari Abu
Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang
mempunyai kemampuan untuk berqurban tetapi tidak mau melaksanakannya, maka
janganlah ia dekat-dekat ke tempat shalat kami”. [HR. Ahmad juz
3, hal. 207, no. 8280, dla’if karena dalam
sanadnya ada perawi bernama ‘Abdullah bin
‘Ayyaasy].
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: مَنْ كَانَ لَهُ
سَعَةٌ وَ لَمْ يُضَحّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا. ابن ماجه 2: 1044، رقم:
3123
Dari Abu
Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang
mempunyai kelapangan rezqi, tetapi tidak berqurban, maka janganlah mendekati
tempat shalat kami”. [HR. Ibnu
Majah juz 2, hal. 1044, no. 3123, dla’if karena dalam
sanadnya ada perawi bernama ‘Abdullah bin
‘Ayyaasy]
Keterangan
:
Hadits riwayat
Ahmad dan Ibnu Majah di atas dla’if, karena di
dalam sanadnya ada perawi bernama ‘Abdullah bin
‘Ayyaasy. Abu
Dawud dan Nasaaiy berkata, “Ia
dla’if”. Ibnu Yunus
berkata, “Ia munkarul
hadits”. [Lihat
Tahdzibut Tahdzib juz 5, hal. 307]
3. Tata cara
Qurban
1. Waktu
penyembelihan :
عَنْ اَنَسٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ص يَوْمَ النَّحْرِ مَنْ كَانَ
ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَلْيُعِدْ. متفق عليه. وللبخارى. مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ
الصَّلاَةِ فَاِنَّمَا يَذْبَحُ لِنَفْسِهِ. وَ مَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ
فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَ اَصَابَ سُنَّةَ اْلمُسْلِمِيْنَ. البخارى عن البراء، فى
نيل الاوطار 5: 140
Dari Anas, ia
berkata, Nabi SAW bersabda pada hari Nahr ('iedul Adlha), "Barangsiapa yang
menyembelih sebelum shalat 'ied, maka hendaklah ia mengulangi". [Muttafaq
'alaih]. Dan bagi Bukhari : "Barangsiapa menyembelih sebelum shalat, maka
sesungguhnya ia hanya menyembelih untuk dirinya sendiri (yakni tidak dinilai
sebagai ibadah qurban), dan barangsiapa menyembelih sesudah shalat maka
sempurnalah ibadah sembelihannya dan bersesuaianlah pelaksanaannya dengan sunnah
kaum muslimin". [HR. Bukhari dari Al-Baraa', dalam Nailul Authar juz 5, hal.
140]
Berdasar riwayat
dari Sulaiman Ibnu Musa dari Jubair Ibnu Muth'im bahwa Nabi SAW bersabda
:
كُلُّ اَيَّامِ التَّشْرِيْقِ ذَبْحٌ. احمد 5: 618، رقم:
16751
Setiap hari
Tasyriq itu adalah hari menyembelih. [HR.Ahmad juz
5, hal. 618, no. 16751]
Dan riwayat lain
dari Ali RA yang semakna dengan yang tersebut diatas sebagai berikut
:
اَيَّامُ النَّحْرِ يَوْمُ اْلاَضْحَى وَ ثَلاَثَةُ اَيَّامٍ بَعْدَهُ.
فى نيل الاوطار 5: 142
Hari menyembelih
itu ialah Hari Raya 'Iedul Adlha dan tiga hari sesudahnya. [Dalam Nailul
Authar juz 5, hal. 142]
Dari hadits-hadits
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa waktu yang sah untuk ibadah qurban
adalah : "Sesudah shalat 'Ied hingga akhir hari Tasyriq (tanggal 10, 11, 12 dan
13 Dzulhijjah)".
Adapun waktu
pelaksanaan shalat 'Iedul Adlha, sebagaimana sabda Nabi SAW
:
قَالَ جُنْدَبٌ، كَانَ النَّبِيُّ ص يُصَلّى بِنَا يَوْمَ اْلفِطْرِ وَ
الشَّمْسُ عَلَى قَيْدِ رُمْحَيْنِ وَ اْلاَضْحَى عَلَى قَيْدِ رُمْحٍ. احمد بن
حسن
Telah berkata
Jundab, "Adalah Nabi SAW shalat 'Iedul Fithri bersama kami, sedang matahari
tingginya kadar dua batang tombak, dan (beliau shalat) 'Iedul Adlha (diwaktu
matahari) tingginya kadar satu batang tombak". [HR. Ahmad bin
Hasan, dalam Nailul Authar]
Inilah
waktu-waktu yang dituntunkan untuk melaksanakan ibadah qurban, tetapi bila
menyembelihnya sebelum shalat 'Iedul Adlha selesai, maka yang demikian ini tidak
dinilai sebagai ibadah qurban.
2. Adab dan
bacaan ketika menyembelih
عَنْ اَنَسٍ قَالَ: ضَحَّى رَسُوْلُ اللهِ ص بِكَبْشَيْنِ اَمْلَحَيْنِ
اَقْرَنَيْنِ. قَالَ: وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَ رَأَيْتُهُ وَاضِعًا
قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا، قَالَ: وَ سَمَّى وَ كَبَّرَ. مسلم 3:
1557
Dari Anas, ia
berkata : Rasulullah SAW menyembelih qurban dengan dua ekor kibasy yang bagus
dan bertanduk". Ia (Anas) berkata, "Saya melihat beliau menyembelih keduanya
dengan tangan beliau sendiri. Dan saya melihat beliau meletakkan kaki beliau
diatas batang leher binatang itu”. Ia (Anas)
berkata, "Beliau membaca Basmalah dan bertakbir : Bismillaahi walloohu
Akbar. (Dengan nama Allah, dan Allah Maha Besar)". [HR. Muslim
juz 3, hal. 1557].
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: شَهِدْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص
اْلاَضْحَى بِاْلمُصَلَّى. فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ، وَ
اُتِيَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُوْلُ اللهِ ص بِيَدِهِ وَ قَالَ: بِسْمِ اللهِ وَ
اللهُ اَكْبَرُ، هذَا عَنّى وَ عَمَّنْ لَمْ يُضَحّ مِنْ اُمَّتِى. ابو داود 3: 99،
رقم:2810
Dari Jabir bin
Abdullah, ia berkata : Aku shalat ‘Iedul Adlha
bersama Rasulullah SAW di mushalla. Setelah beliau selesai berkhutbah, lalu
turun dari mimbar, maka didatangkan seekor kibasy, lalu beliau menyembelihnya
dengan tangan beliau, dan beliau mengucapkan, “Bismillaahi
walloohu Akbar, haadzaa ‘annii wa
‘amman lam
yudlohhi min ummatii (Dengan nama
Allah dan Allah Maha Besar. (Qurban) ini dariku dan dari ummatku yang tidak
berqurban)”. [HR. Abu Dawud
juz 3, hal. 99, no. 2810]
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص اَمَرَ بِكَبْشٍ اَقْرَنَ يَطَأُ
فِى سَوَادٍ وَ يَبْرُكُ فِى سَوَادٍ وَ يَنْظُرُ فِى سَوَادٍ. فَاُتِيَ بِهِ
لِيُضَحّيَ بِهِ، فَقَالَ لَهَا: يَا عَائِشَةُ، هَلُمّى اْلمُدْيَةَ. ثُمَّ قَالَ:
اِشْحَذِيْهَا بِحَجَرٍ. فَفَعَلَتْ. ثُمَّ اَخَذَهَا وَ اَخَذَ اْلكَبْشَ
فَاَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ. ثُمَّ قَالَ: بِاسْمِ اللهِ اَللّهُمَّ تَقَبَّلْ
مِنْ مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ وَ مِنْ اُمَّةِ مُحَمَّدٍ. ثُمَّ ضَحَّى بِهِ.
مسلم 3: 1557
Dari
‘Aisyah,
bahwasanya Rasulullah SAW menyuruh mengambilkan kambing yang bertanduk, hitam
kakinya, hitam perutnya, hitam sekeliling matanya. Lalu kambing itu didatangkan
untuk disembelih. Maka beliau SAW bersabda, “Hai
‘Aisyah,
ambilkanlah pisau”. Beliau
bersabda lagi, “Asahlah pisau
itu dengan batu”. Kemudian
‘Aisyah
melaksanakannya. Kemudian beliau mengambil pisau dan kambing tersebut, lalu
membaringkannya untuk menyembelihnya. Beliau membaca, “Bismillaahi
Alloohumma taqobbal min Muhammadin wa aali Muhammadin wa min ummati
Muhammadin (Dengan nama
Allah, ya Allah, terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad dan dari ummat
Muhammad)”. Kemudian
beliau menyembelihnya. [HR. Muslim
juz 3, hal. 1557]
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: ضَحَّى رَسُوْلُ اللهِ ص يَوْمَ
عِيْدٍ بِكَبْشَيْنِ، فَقَالَ حِيْنَ وَجَّهَهُمَا: اِنّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ
لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّموَاتِ وَ اْلاَرْضَ حَنِيْفًا وَّ مَآ اَنَا مِنَ
اْلمُشْرِكِيْنَ. اِنَّ صَلاَتِيْ وَ نُسُكِيْ وَ مَحْيَايَ وَ مَمَاتِيْ ِللهِ
رَبّ اْلعَالَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ بِذلِكَ اُمِرْتُ وَ اَنَا اَوَّلُ
اْلمُسْلِمِيْنَ. اَللّهُمَّ مِنْكَ وَ لَكَ عَنْ مُحَمَّدٍ وَ
اُمَّتِهِ. ابن ماجه 2: 1043، رقم: 3121
Dari Jabir bin
'Abdullah, ia berkata : Pada hari 'Iedul Adlha Rasulullah SAW berqurban dengan
dua ekor kambing, maka ketika melaksanakan itu beliau berdoa Innii wajjahtu
wajhiya lilladzii fathoros samaawaati wal ardlo haniifaw wa maa ana minal
musyrikiin. Inna sholaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi robbil
'aalamiin. Laa syariika lahu wa bidzaalika umirtu wa ana awwalul muslimiin.
Alloohumma minka wa laka 'an Muhammadin wa ummatihi (Sesungguhnya aku
menghadapkan diriku kepada Tuhan Yang menciptakan langit dan bumi dengan
cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah). Ya Allah, (semua ini) dari Engkau dan untuk Engkau, dari
Muhammad dan ummatnya). [HR. Ibnu
Majah, juz 2, hal. 1043, no. 3121]
عَنْ شَدَّادِ بْنِ اَوْسٍ قَالَ: ثِنْتَانِ حَفِظْتُهُمَا مِنْ
رَسُوْلِ اللهِ ص. قَالَ: اِنَّ اللهَ كَتَبَ اْلاِحْسَانَ عَلَى كُلّ شَيْءٍ.
فَاِذَا قَتَلْتُمْ فَاَحْسِنُوا اْلقِتْلَةَ وَ اِذَا ذَبَحْتُمْ فَاَحْسِنُوا
الذَّبْحَ وَ لْيُحِدَّ اَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ. مسلم 3:
1548
Dari Syaddad bin
Aus, ia berkata : Dua hal yang aku hafal dari Rasulullah SAW, beliau bersabda,
“Sesungguhnya
Allah mewajibkan berbuat baik pada segala sesuatu. Maka apabila kalian membunuh,
bunuhlah dengan baik. Dan apabila kalian menyembelih, sembelihlah dengan baik,
hendaklah seseorang diantara kalian menajamkan pisaunya, dan mempermudah
(kematian) binatang sembelihannya”. [HR. Muslim
juz 3, hal. 1548]
3. Syarat-syarat
binatang qurban
a). Binatang yang diperuntukkan qurban sepanjang
tuntunan Rasulullah SAW adalah : Unta, lembu, dan kambing. Dan kadar
masing-masing berdasar dhahir hadits/riwayat :
* 1 ekor kambing
untuk seorang bersama ahli rumahnya.
* 1 ekor lembu untuk 7 orang beserta ahli
rumahnya.
*
1 ekor unta untuk 7 - 10 orang dan ahli rumahnya.
عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ: سَأَلْتُ اَبَا اَيُّوْبَ
اْلاَنْصَارِيَّ: كَيْفَ كَانَتِ الضَّحَايَا فِيْكُمْ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ
ص؟ قَالَ: كَانَ الرَّجُلُ فِى عَهْدِ النَّبِيّ ص يُضَحّى بِالشَّاةِ عَنْهُ وَ
عَنْ اَهْلِ بَيْتِهِ. فَيَأْكُلُوْنَ وَ يُطْعِمُوْنَ حَتَّى تَبَاهَى النَّاسُ
فَصَارَ كَمَا تَرَى. ابن ماجه و الترمذى و صححه، فى نيل الاوطار 5: 136
Dari 'Atha' bin
Yasar dia berkata : Saya bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshariy, "Bagaimanakah
udlhiyah yang dilakukan di masa Rasulullah SAW ?". Jawabnya, "Seorang laki-laki
di zaman Rasulullah SAW menyembelih seekor kambing untuknya dan untuk ahli
baitnya (rumah tangganya), lalu mereka makan dagingnya itu dan memberi makan
kepada orang lain, sehingga manusia bermegah-megah dengan qurban itu sehingga
menjadi seperti yang engkau saksikan sekarang ini". [HR. Ibnu
Majah dan Tirmidzi, dan ia menshahihkannya, dalam Nailul Authar juz 5, hal.
136].
عَنْ جَابِرِ بْنِ عِبْدِ اللهِ قَالَ: نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص
عَامَ اْلحُدَيْبِيَّةِ اْلبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَ اْلبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ.
مسلم 2: 955
Dari Jabir bin
’Abdullah, ia
berkata, “Kami menyembelih
qurban bersama Rasulullah SAW pada tahun Hudaibiyah, seekor unta untuk 7 orang
dan seekor lembu untuk 7 orang". [HR Muslim juz
2, hal. 955].
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيّ ص فِى سَفَرٍ
فَحَضَرَ اْلاَضْحَى فَذَبَحْنَا اْلبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَ اْلبَعِيْرَ عَنْ
عَشْرَةٍ. الخمسة الا ابا داود
Dari Ibnu Abbas,
ia berkata, "Dulu kami pergi bersama Rasulullah SAW, lalu tiba Hari Raya 'Iedul
Adlha, maka kami menyembelih qurban seekor lembu untuk tujuh orang dan seekor
unta (ba'ir) untuk sepuluh orang". [HR. Khamsah,
kecuali Abu Dawud].
عَنْ اَبِى رَافِعٍ رض قَالَ: ضَحَّى رَسُوْلُ اللهِ ص بِكَبْشَيْنِ
اَمْلَحَيْنِ مَوْجُوْءَيْنِ خَصِيَّيْنِ. احمد فى نيل الاوطار 5: 135
Dari Abu
Rafi’ RA, ia berkata,
“Rasulullah SAW
pernah berqurban dua ekor kambing kibasy yang bagus yang
dikebiri”. [HR. Ahmad,
dalam Nailul Authar juz 5, hal. 135]
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: ضَحَّى رَسُوْلُ اللهِ ص بِكَبْشَيْنِ
سَمِيْنَيْنِ عَظِيْمَيْنِ اَقْرَنَيْنِ مَوْجُوْءَيْنِ. احمد، فى نيل الاوطار 5: 135
Dari
‘Aisyah RA, ia
berkata : Rasulullah SAW menyembelih qurban dengan dua kambing kibasy yang
gemuk, besar, bertanduk yang dikebiri. [HR. Ahmad, dalam Nailul Authar juz 5,
hal. 135]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَلَّتِ اْلاِبِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ
اللهِ ص فَاَمَرَهُمْ اَنْ يَنْحَرُوا اْلبَقَرَ. ابن ماجه 2: 1047، رقم:
3134
Dari Ibnu
'Abbas, ia berkata : Pernah terjadi pada jaman Rasulullah SAW (jumlah) unta
sedikit, maka beliau menyuruh para shahabat berqurban dengan
lembu. [HR. Ibnu
Majah juz 2, hal. 1047, no. 3134]
Catatan
:
Masing-masing
orang yang turut andil dalam qurban dengan unta/lembu tidak harus sama biaya
yang dikeluarkannya, yang penting seekor lembu untuk tujuh orang dan seekor unta
digunakan untuk 7-10 orang. Adapun tentang qurban urunan kambing yang biasa
dilakukan disekolah-sekolah/kantor, sampai kini kami masih berpendapat : Bahwa
hal itu tidak dapat dianggap sebagai ibadah qurban, melainkan tetap sebagai
latihan qurban, yang pahalanya adalah sedekah biasa.
b). Tidak sah
berqurban dengan binatang yang :
1. Rusak matanya (buta, juling/kero) sebelah atau
kedua-duanya.
2. Terlalu kurus, tak bergajih/terlalu tua tak
bersumsum lagi atau patah tanduk/putus telinganya.
3. Sakit.
4. Pincang.
Sebagaimana hadits
di bawah ini :
عَنِ اْلبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رض قَالَ: قَامَ فِيْنَا رَسُوْلُ اللهِ ص
فَقَالَ: اَرْبَعٌ لاَ تَجُوْزُ فِى الضَّحَايَا. اَلْعَوْرَاءُ اْلبَيّنُ
عَوَرُهَا، وَ اْلمَرِيْضَةُ اْلبَيّنُ مَرَضُهَا، وَ اْلعَرْجَاءُ اْلبَيّنُ
ظَلَعُهَا وَ اْلكَبِيْرَةُ الَّتِى لاَ تُنْقِى.
الخمسة و صححه الترمذى و ابن حبان، فى بلوغ المرام
Dari Baraa' bin
'Azib RA, ia berkata : Nabi SAW berdiri diantara kami dan bersabda, "Empat macam
yang tidak boleh pada binatang qurban, yaitu: 1. Buta sebelah yang nyata
butanya. 2. Yang sakit nyata sakitnya, 3. Yang pincang yang nyata pincangnya,
dan 4. Yang tua yang tidak mempunyai sumsum". [HR. Khomsah,
dan disahkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Hibban, dalam Bulughul Maram].
عَنْ عَلِيّ رض قَالَ: اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ ص اَنْ نَسْتَشْرِفَ
اْلعَيْنَ وَ اْلاُذُنَ وَ اَنْ لاَ نُضَحّيَ بِمُقَابَلَةٍ وَ لاَ مُدَابَرَةٍ وَ
لاَ شَرْقَاءَ وَ لاَ خَرْقَاءَ. الخمسة و صححه الترمذى، فى نيل الاوطار 5: 133
Dari
‘Ali RA, ia
berkata : Rasulullah SAW menyuruh kepada kami supaya memeriksa mata dan telinga,
dan supaya kami tidak berqurban dengan binatang yang telinganya sobek dari
bagian muka, yang telinganya sobek dari bagian belakang, yang telinganya sobek
dari ujungnya, dan yang berlubang di tengahnya”. [HR. Khomsah,
dan dishahihkan oleh Tirmidzi, dalam Nailul Authar juz 5, hal.
133]
عَنْ عَلِيّ رض قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص اَنْ يُضَحَّى بِاَعْضَبِ
اْلقَرْنِ وَ اْلاُذُنِ. الخمسة وصححه الترمذى، فى نيل الاوطار 5: 131
Dari Ali RA, ia
berkata, "Rasulullah SAW melarang berqurban dengan binatang yang tanduknya atau
telinganya hilang separo atau lebih". [HR. Khamsah,
disahkan oleh Tirmidzi, dalam Nailul Authar juz 5, hal. 131].
c). Keadaan masing-masing binatang qurban itu telah
Musinnah (giginya telah berganti/powel). Dan hal ini terjadi pada
:
Kambing yang
berumur 1 tahun masuk tahun ke 2, lembu yang berumur 2 tahun masuk tahun ke 3
dan unta yang berumur 5 tahun masuk tahun ke 6. Kecuali bila terpaksa sekali,
maka bolehlah berqurban dengan kambing yang jadza'ah (berumur cukup 1 tahun).
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir sebagai beriktut
:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص لاَ تَذْبَحُوْا اِلاَّ
مُسِنَّةً اِلاَّ اَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوْا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ.
مسلم 3: 1555
Dari Jabir, ia
berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah kalian menyembelih untuk qurban
melainkan yang Musinnah (telah berganti gigi) kecuali jika sukar didapati, maka
boleh kalian menyembelih jadza'ah (yang berumur 1 tahun) dari
kambing”. [HR. Muslim juz
3, hal. 1555].
4. Pembagian daging Udlhiyah
Pembagian daging
udlhiyah itu ialah sebagian untuk yang berqurban, sebagian untuk dihadiahkan,
dan sebagian diberikan kepada faqir miskin. Ibnu Abbas ketika menerangkan sifat
Nabi SAW ketika berqurban sebagai berikut :
وَ يُطْعِمُ اَهْلَ بَيْتِهِ الثُّلُثَ وَ يُطْعِمُ فُقَرَاءَ
جِيْرَانِهِ الثُّلُثَ وَ يَتَصَدَّقُ عَلَى السُّؤَالِ بِالثُّلُثِ. المغنى 3:
582
Dan beliau
(Rasulullah SAW) memberi makan ahlul baitnya sepertiga, memberi makan
orang-orang faqir tetangganya sepertiga, dan beliau mensedekahkan kepada para
peminta sepertiga. [Al-Mughni 3 :
582].
5. Daging Udlhiyah tidak boleh diberikan sebagai
upah
Daging udlhiyah
itu tidak boleh diberikan sebagai upah kepada yang menyembelih. Di dalam hadits
disebutkan :
عَنْ عَلِيّ بْنِ اَبِى طَالِبٍ رض قَالَ: اَمَرَنِى رَسُوْلُ اللهِ ص
اَنْ اَقُوْمَ عَلَى بُدْنِهِ وَ اَنْ اُقَسّمَ لُحُوْمَهَا وَ جُلُوْدَهَا وَ
جِلاَلهَاَ عَلَى اْلمَسَاكِيْنِ وَ لاَ اُعْطِيَ فِىْ جَزَارَتِهَا شَيْئًا
مِنْهَا. البخارى و مسلم، فى بلوغ المرام، رقم 1379
Dari Ali bin Abi
Thalib RA, ia berkata, "Saya diperintahkan oleh Rasulullah SAW untuk mengurus
qurban-qurban dan supaya saya bagikan daging, kulitnya dan pelananya kepada
faqir miskin, dan tidak (boleh) saya memberikan sesuatu sebagai upah dari
padanya untuk orang yang menyembelih". [HR. Bukhari
dan Muslim, dalam Bulughul Maram, no. 1379].
6. Larangan menjual daging Udlhiyah
عَنْ قَتَادَةَ بْنِ النُّعْمَانِ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: لاَ
تَبِيْعُوْا لُحُوْمَ اْلهَدْيِ وَ اْلاَضَاحِى فَكُلُوْا وَ تَصَدَّقُوْا وَ
اسْتَمْتِعُوْا بِجُلُوْدِهَا وَ لاَ تَبِيْعُوْهَا، وَ اِنْ اُطْعِمْتُمْ مِنْ
لَحْمِهَا فَكُلُوْا اِنْ شِئْتُمْ. احمد 5: 478، رقم: 16211
Dari Qatadah bin
Nu’man, bahwasanya
Nabi SAW bersabda, “Janganlah kalian
menjual daging-daging Hadyi (denda hajji) dan daging udlhiyah (qurban), makanlah
dan sedeqahkanlah dan manfaatkanlah kulitnya, dan janganlah kalian menjualnya.
Dan apabila kalian diberi dagingnya, maka makanlah jika kalian
mau”. [HR. Ahmad 5 :
478, no. 16211]
7. Orang yang akan berqurban dilarang memotong
rambut dan kukunya
عَنْ اُمّ سَلَمَةَ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: اِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ
ذِى اْلحِجَّةِ وَ اَرَادَ اَحَدُكُمْ اَنْ يُضَحّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَ
اَظْفَارِهِ. مسلم 3: 1565
Dari Ummu Salamah, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Apabila
kalian sudah melihat hilal bulan Dzulhijjah, dan seseorang diantara kalian ingin
berqurban, maka hendaklah ia menahan rambut dan kukunya”.
[HR. Muslim juz 3, hal. 1565]
Perbedaan pendapat tentang hari
penyembelihan
Tentang hari
penyembelihan qurban, di kalangan ‘ulama terjadi
perbedaan pendapat. Hal ini karena tidak adanya nash yang jelas, baik di dalam
Al-Qur’an maupun dari
hadits yang shahih.
Pendapat para
‘ulama tersebut
sebagai berikut :
1. Hari penyembelihan adalah 1 hari (tanggal 10
Dzulhijjah).
Diriwayatkan
dari Ibnu Sirin, bahwasanya ia
berkata, “Al-Adlhaa (hari penyembelihan) adalah satu
hari, yaitu hari Nahr, hari tanggal 10 bulan Dzulhijjah. [Al-Istidzkaar juz 15,
hal. 200, no. 21579]
2. Hari
penyembelihan di kota-kota adalah 1 hari, sedangkan di Mina selama 3 hari.
Dari Sa’id bin Jubair dan Jabir bin Zaid, bahwasanya keduanya berkata,
“An-Nahr (hari penyembelihan) di kota-kota
adalah satu hari, sedangkan di Mina selama tiga hari. [Al-Istidzkaar juz 15,
hal. 201, no. 21580; Al-Mughni juz 3, hal. 454]
Catatan
:
Imam Ibnu
‘Abdil Barr
(penyusun Kitab Al-Istidzkaar, wafat tahun 463 H) dan Imam Ibnu Qudamah
(penyusun Kitab Al-Mughni, wafat tahun 630 H) menyebutkan riwayat dari
Sa’id bin Jubair
dan Jabir bin Zaid sebagaimana tersebut di atas. Namun Imam Asy-Syaukaniy
(penyusun Kitab Nailul Authaar, wafat tahun 1250 H) menyebutkan riwayat
Sa’id bin Jubair
dan Jabir bin Zaid sebagai berikut : Berkata Sa’id bin Jubair
dan Jabir bin Zaid : Sesungguhnya waktunya (penyembelihan) adalah hari Nahr saja
untuk penduduk kota-kota, dan hari-hari tasyriq untuk penduduk desa-desa. (lihat
Nailul Authaar juz 5, hal. 142).
3. Hari
penyembelihan adalah selama bulan Dzulhijjah.
Imam Al-Qadli ‘Iyaadl
menyebutkan dari sebagian ‘ulama bahwa
waktunya penyembelihan adalah selama dalam bulan Dzulhijjah. [Nailul Authaar juz
5, hal. 142]
4. Hari
penyembelihan adalah 3 hari (tanggal 10, 11 dan 12 Dzulhijjah)
Imam Malik, Abu Hanifah, Ats-Tsauriy (dan
shahabat-shahabatnya) berpendapat, Al-Adlha (hari penyembelihan) adalah tiga
hari, yaitu hari Nahr dan dua hari sesudahnya. Dan berpendapat seperti itu pula
Imam Ahmad bin Hanbal.
Imam Ahmad berkata,
“Hari penyembelihan adalah tiga hari. Hari
Nahr dan dua hari sesudahnya (berdasarkan bukan hanya dari seorang saja dari
shahabat Nabi SAW). [Al-Istidzkaar juz 15, hal. 201, no.
21581-21583]
5. Hari penyembelihan adalah 4 hari (tgl 10, 11,
12 dan 13 Dzulhijjah)
Al-Auza’iy, Imam Syafi’iy dan shahabat-shahabatnya berkata,
“Hari penyembelihan adalah empat hari, yaitu
hari Nahr dan hari-hari tasyriq semunya, yaitu tiga hari sesudah hari
Nahr.
Dan itu juga merupakan
pendapatnya Ibnu Syihab Az-Zuhriy, ‘Atha’ dan Al-Hasan. [Al-istidzkaar juz 15, hal.
202, no. 21586-21587]
Demikianlah
pendapat para ‘ulama tentang
hari penyembelihan qurban.
Walloohu
a’lam.
Keterangan :
Pendapat yang
mengatakan bahwa hari penyembelihan itu selama 4 hari (hari Nahr dan hari-hari
tasyriq beralasan dengan hadits sebagai berikut :
Berdasar riwayat
dari Sulaiman Ibnu Musa dari Jubair Ibnu Muth'im bahwa Nabi SAW bersabda
:
كُلُّ اَيَّامِ التَّشْرِيْقِ ذَبْحٌ. احمد 5: 618، رقم: 16751
Setiap hari
Tasyriq itu adalah hari menyembelih. [HR.Ahmad juz
5, hal. 618, no. 16751]
Dan riwayat lain
dari Ali RA yang semakna dengan yang tersebut diatas sebagai berikut
:
اَيَّامُ النَّحْرِ يَوْمُ اْلاَضْحَى وَ ثَلاَثَةُ اَيَّامٍ
بَعْدَهُ. فى نيل الاوطار 5: 142
Hari menyembelih
itu ialah Hari Raya 'Iedul Adlha dan tiga hari sesudahnya. [Dalam Nailul
Authar juz 5, hal. 142]
Tetapi hadits
riwayat Ahmad tersebut munqathi’, karena
Sulaiman bin Musa tidak bertemu dengan Jubair bin Muth’im. Lagi pula
Sulaiman bin Musa diperselisihkan tentang tsiqatnya.
Tentang Sulaiman
bin Musa ini penjelasannya sebagai berikut :
Sulaiman bin Musa
Al-Qurasyiy Al-Umawiy Al-Asydaq, ahli fiqhnya penduduk Syam pada zamannya, dan
disepakati oleh para ‘ulama bahwasanya ia adalah seorang paling
pandai dari penduduk Syam setelah Makhuul, Ibnu Ma’in menganggapnya tsabit, begitu pula Ibnu
Hibban dan Adz-Dzahabiy, tetapi Bukhari berkata, “Padanya ada hadits-hadits munkar”. An-Nasaa’iy berkata, “Ia adalah seorang ahli fiqh, tetapi tidak
kuat dalam hadits. Ibnu ‘Adiy meletakkan permasalahannya, ia berkata,
“Dia adalah seorang ahli fiqh, seorang perawi,
menceritakan dari nya orang-orang tsiqat, dan dia merupakan ‘ulama ahli Syam, tetapi dia telah
meriwayatkan hadits-hadits yang bersendirian dengan riwayat itu yang tidak
diriwayatkan oleh lainnya. Dan dia menurutku, tsabit shaduuq (bisa dipercaya dan
jujur). [Tentang Sulaiman bin Musa, bisa dibaca pada Tahdzibul Tahdzib juz 4,
hal. 197, no. 387; Sairu a’laamin nubalaa’ juz 5, hal. 433, no. 193].
Abu ‘Umar (Ibnu ‘Abdil Barr] berkata : Hujjah (alasan) bagi
orang yang berpendapat dengan pendapat ini adalah hadits dari Jubair bin
Muth’im, dari Nabi SAW bahwasanya beliau bersabda,
“Setiap tempat di Makkah adalah tempat
menyembelih, dan semua hari-hari tasyriq adalah (waktu) penyembelihan. Hadits
ini diriwayatkan dari Sulaiman bin Musa, dari Ibnu Abi Husein, dari
Nafi’ bin Jubair (bin Muth’im dari ayahnya), dan diriwayatkan darinya
secara munqathi’ dan muttashil.
Hadits itu juga menjadi
goncang (muththarib) dikarenakan tentang Ibnu Abi Husein dan Sulaiman bin Musa,
meskipun beliau salah seorang Imam penduduk Syam tentang ‘ilmu, tetapi menurut mereka beliau buruk
hafalannya.
Oleh karena itu
terkadang dikatakan darinya (Sulaiman bin Musa), dari ‘Abdur Rahman bin Abi Husein, dari
Nafi’ bin Jubair bin Muth’im, dan terkadang Nafi’ bin Jubair tidak disebutkan. [Al-Istidzkaar
juz 15, hal. 203, no. 21604-21607]
Ibnu
‘Abdil Barr juga
berkata : Tidak benar menurut
saya tentang masalah ini melainkan dua pendapat.
Pertama, pedapatnya Imam Malik dan penduduk Kuufah,
yaitu hari penyembelihan adalah pada hari Nahr dan dua hari
sesudahnya.
Kedua, pendapatnya Imam Syafi’iy dan penduduk Syam, hari penyembelihan
adalah pada hari Nahr dan tiga hari sesudahnya.
Dan inilah dua pendapat yang telah diriwayatkan dari beberapa
orang dari (shahabat Nabi SAW).
Dan tidak ada perbedaan
dari seorangpun dari para shahabat yang menyelisihi dari dua pendapat ini, maka
tidak ada artinya kita sibuk dengan
pendapat-pendapat yang menyelisihi dari kedua pendapat (shahabat) tersebut,
karena apa yang menyelisihi dari kedua pendapat itu tidak ada asalnya di dalam
sunnah, dan bukan pula pendapat shahabat, dan apa yang di luar dari kedua
pendapat ini haruslah ditinggalkan (karena adanya dua pendapat tersebut).
[Al-Istidzkaar juz 15, hal. 205, no. 21609-21613] Walloohu
‘alam.
Catatan :
Pendapat para shahabat
tersebut sebagai berikut :
Abu Hurairah dan Anas
bin Maalik, diriwayatkan pendapatnya, hari penyembelihan adalah 3
hari.
Abu Sa’id Al-Khudriy, diriwayatkan pendapatnya, hari
penyembelihan adalah 4 hari.
Sedangkan ‘Aliy bin Abu Thalib, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar, ada diriwayatkan mereka itu pendapatnya
3 hari, dan ada pula diriwayatkan pendapat mereka itu 4 hari. Walloohu
a’lam.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يُكَبّرُ فِي صَلاَةِ اْلفَجْرِ يَوْمَ
عَرَفَةَ اِلىَ صَلاَةِ اْلعَصْرِ مِنْ آخِرِ اَيَّامِ التَّشْرِيْقِ حِيْنَ
يُسَلّمُ مِنَ اْلمَكْتُوْبَاتِ. الدارقطنى 2: 49
Dari Jabir bin
‘Abdullah, ia berkata : Dahulu Rasulullah SAW bertakbir pada shalat Shubuh hari
‘Arafah (tgl. 9 Dzulhijjah) sampai pada shalat ‘Ashar akhir hari tasyriq setelah
salam dari shalat-shalat wajib. [HR. Daruquthni juz 2, hal. 49, no. 27,
dla’if, karena dalam sanadnya ada perawi bernama ‘Amr bin Syamir]
Sangat bermanfaat
BalasHapus