Selamat Datang di Situs Resmi "Belajar Al Qur'an & As Sunnah"

Tauhid Uluhiyah

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu"(QS 16: 36)

  
Sebagian ulama membagi tauhid menjadi 3 macam yakni tauhid uluhiyah, tauhid rububiyah dan tauhid asma' wa sifat. Uluhiyah berarti penyembahan atau ibadah. Sehingga tauhid uluhiyah dapat dimaknai bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang berhak untuk disembah. Penyembahan terhadap yang lain, selain Allah semuanya bathil. Maka tidaklah mengherankan bila misi para nabi adalah sama yakni menyeru manusia agar menyembah kepada Allah dan menjauhi taghut: U'budullah wajtanibuththaghut" (QS 16: 36).



Dan Allah menuntut kemurnian dalam penyembahan, fa'budillaha mukhlishan lahudin (QS 39: 2). Allah juga menekankan pentingnya untuk tidak berbuat syirik: Wa'budullaha wala tusyrikubihi syai'a. (Sembahlah Allah dan jangan memperskutukan-Nya dengan sesuatu) QS 4: 36. Dia mengancam orang yang berbuat syirik akan dihapus amal-amalnya di dunia (QS 6: 88). Dan menetapkan sangsi untuk tidak mengampuni dosa orang yang berbuat syirik (QS 4: 48). Secara khusus karena kasih sayang-Nya Allah membimbing umat Islam untuk hanya menyembah kepada-Nya saja: "Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in" (Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami minta pertolongan) QS 1: 5.

Orang akan merdeka dari segala perbudakan bila benar-benar memahami dan mengimani tauhid uluhiyah. Dia akan merdeka dari perbudakan harta, karena dia faham bahwa harta dicari untuk dimanfaatkan dalam rangka beribadah (menghambakan diri) kepada Allah. Bahkan dia juga tahu bahwa mencari harta itu merupakan bagian dari penghambakan diri kepada Allah, sehingga dia akan senantiasa memperhatikan rambu-rambu halal haram dalam mencarinya. Menerjang yang haram berarti menciderai dan mengotori kemurnian dalam menghambakan diri kepada Allah. Salah-salah dia bisa terjatuh ke dalam syirik dalam artian lebih mengutamaan hawa nafsu dari pada Allah. Orang yang menjaga diri dengan sebaik-baiknya dalam menghambakan diri kepada Allah dan tidak menerjang yang haram termasuk dalam mencari harta benar-benar akan menjadi penguasa atas diri dan hartanya. Dia tidak dikuasai dan diperbudak diri dan hartanya. Hidupnya akan terbebas dari belenggu harta dan belenggu-belenggu yang lain, termasuk wanita, jabatan, dan segala sesuatu yang bersifat duniawi. Sikapnya yang baik terhadap istri bukan karena paras istrinya yang cantik atau bukan karena cintanya kepada istrinya, tetapi karena Allah swt memerintahkan manusia untuk taat kepada rasul-Nya (QS 3: 31). Sedangkan Rasulullah saw memerintahkan para suami untuk bersikap baik kepada keluarganya. Khairukum khairukum li ahlihi wa ana khairukum li ahliy. (Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik kepada keluarganya dan aku adalah yang terbaik kepada keluargaku). Semua amalnya bila dirunut dengan teliti selalu berujung kepada perintah Allah.

Kefahamannya akan tauhid uluhiyah membimbingnya untuk senantiasa beribadah seauai dengan sunnah dan meninggalkan bid'ah. Meskipun dia hidup di tengah-tengah ahli bid'ah dalam hal ibadah, dia tidak akan terpengaruh oleh banyaknya jumlah mereka. Kesibukan, aktifitas dan hiruk-pikuk mereka dalam beramal bi'dah baginya tidak lebih dari sebuah tontonan yang menyedihkan. Apapun aktifitas mereka yang tidak pernah diamalkan oleh Rasulullah dan para sahabat tidak pernah menyita perhatiannya. Labuhan di Pantai Selatan, ruwatan di kompleks candi Borobudur, caos dhahar di lereng gunung Merapi, istighasah kubro di Watu Congol, mujahadah akbar di Senayan, dzikir akbar di Istiqlal, ritual pemburu hantu di Stasiun Televisi, dan kenduri nasional di Istana Negara tidak pernah menggoyahkan aqidahnya. Keyakinannya mantap bahwa beribadah kepada Allah harus berdasar tuntunan Allah sebagai dzat yang dia sembah dan Rasul-Nya sebagai utusan yang dipercaya Allah untuk mengajar manusia cara-cara beribadah kepada-Nya. Al ashlu fil-ibadati al ittiba' (Asalnya dalam ibadah itu hanyalah mengikuti.) Apalagi dia faham bahwa Rasululah saw mengajarkan: Man 'amila 'amalan laisa 'alaihi amruna fahuwa raddun (Barangsiapa beramal (ibadah) yang tidak ada perintahnya dari kami maka dia akan tertolak). Bahkan perubahan yang halus dari ibadah menjadi bid'ah seperti pembacaan tahlil menjadi tahlilan, yasin menjadi yasinan, dan syukur menjadi syukuran dia cermati dengan teliti. Dia amat takut kalau-kalau terjatuh ke dalam bid'ah idhafiyyah (menyandarkan satu tuntunan ibadah kepada ibadah yang lain, sehingga menjadi ritual perbadatan baru). Dia akan selalu berusaha menjaga keaslian dan kemurnian ibadahnya. Asli dalam arti benar-benar dituntunkan oleh Rasulullah saw dengan bersandar kepada ayat-ayat Al Qur'an dan hadist-hadist yang shaheh. Murni dalam arti tidak mencapur-adukkan satu tuntunan dengan tuntunan yang lain. Dan tidak berani menambah atau mengurangi, karena dia faham bahwa agama Islam itu telah sempurna ketika Allah menurunkan QS 5: 3.

Dia sadar betul bahwa shalatnya, ibadahnya, hidupnya, dan matinya telah dia persembahkan untuk Allah (QS 6: 162). Dan Allah telah berjanji untuk menukar hidupnya yang pendek di dunia ini dengan kehidupan yang kekal di akherat. Dia akan menukar hidupnya yang penuh dengan kesulitan dan kepedihan di dunia ini dengan hidup yang penuh kemudahan dan kebahagiaan di sorga. Apa saja yang dia inginkan dan apa yang kdia minta akan diberikan semuanya (QS 1: 31). Ah, betapa nikmatnya

Posting Lebih Baru Posting Lama

Den Ryono. Diberdayakan oleh Blogger.

Dan Janganlah Kamu Mengikuti Apa yang Kamu Tidak Mempunyai Pengetahuan Tentangnya (Ilmunya). Sesungguhnya Pendengaran, Penglihatan dan Hati, Semuanya itu akan diminta Pertanggungan Jawabnya. (QS. Al-Isra : 36)

Kutinggalkan Pada Kamu Sekalian 2 Perkara Yang Kamu Tidak Akan Sesat Apabila Kamu Berpegang Teguh Pada Keduanya, Yaitu : Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya [[HR. Malik Dalam Al-Muwaththa' Juz 2 Hal 899]]