Selamat Datang di Situs Resmi "Belajar Al Qur'an & As Sunnah"

Jangan Berbantah - Bantahan

Berbantah - Bantahan atau silang pendapat, jika tidak dilakukan dengan baik dan santun, akan berujung pada permusuhan dan dendam. Apalagi jika masing-masing pihak bersikap takabur, yakni menolak kebenaran. “(Orang sombong adalah) orang yang menolak kebenaran dan merendahkan orang lain” (HR Muslim).

Debat berkepanjangan lazim terjadi akibat sikap takabur tersebut. Berbantah-bantahan juga akan menguras energi. Oleh karena itu, Islam melarang umatnya berbantah-bantahan, apalagi sampai berujung pada permusuhan atau merusak ukhuwah. Perbedaan pendapat disahkan dalam Islam, selama hal itu menyangkut masalah furu’ (cabang), seperti teknis ibadah atau mu’amalah, bukan pokok agama (ushul), seperti masalah akidah.

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal (8): 46).


Berbantah-bantahan berpotensi menjerumuskan pelakunya ke jurang kemaksiatan lain, seperti dengki dan dendam. Bahkan, jika merasa paling benar, dapat menjerumuskan pada jurang kemusyrikan karena yang paling benar hanya Allah SWT.


“Hati-hatilah dengan prasangka, karena prasangka adalah sedusta-dustanya perkataan. Janganlah saling mendengarkan keburukan, saling mencari kesalahan, saling mendengki, saling tidak peduli, saling membenci, dan jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari).


Islam melarang pemaksaan kehendak dan pendapat, bahkan Islam menegaskan “tidak ada paksaan dalam hal agama” (QS. 2:256).

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah] dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
“Mengalah” demi menghindari berbantah-bantahan yang berkepanjangan adalah sikap ksatria, jantan, sekaligus disukai Allah SWT. Bahkan, Rasulullah Saw menegaskan adanya pahala yang besar:

“Barangsiapa meninggalkan, menghindari perbantahan, padahal ia posisinya adalah salah, maka Allah akan membangunkan rumah baginya di taman surga. Dan barangsiapa menghindari perbantahan, padahal dirinya posisinya benar, maka Allah membangunkan rumah untuknya di surga yang tinggi” (H.R. Turmudzi dan Ibnu Majah).

Jadi, menghindari perbantahan itu bernilai tinggi menurut pandangan Allah karena dampak negatif dari perbantahan itu sangat meluas, bisa merusak akhlak, merusak kebaikan, juga merusak hati kita.


Dampak negatif berbantah-bantahan antara lain munculnya kemarahan, kekesalan, dan kebencian. Kalau sudah demikian tidak terasa pikiran orang itu dikuras oleh kecenderungan hati untuk mencari-cari kekurangan, kelemahan, kesalahan pendapat orang lain, maka akhirnya yang terpikirkan cuma kesalahan, kekurangan, kelemahan pendapat orang lain.


Tugas kita adalah menyampaikan kebenaran, “Sampaikan dariku walaupun satu ayat” (HR. Bukhari), bukan memaksakan kebenaran itu diterima oleh orang lain. Tentu saja, kebenaran yang dimaksud adalah ajaran Islam yang bersumberkan wahyu Allah atau apa pun yang sesuai dengan ajaran Islam.


Perbedaan pendapat adalah sunnatullah, sekaligus ujian bagi kaum Muslimin dalam hal persaudaraan, kebesaran jiwa, dan sikap toleran atau menghargai pendapat orang lain. Sekali lagi, tugas kita adalah menyampaikan kebenaran, bukan memaksakannya agar diterima orang lain. Tugas kita juga mempertahankan kebenaran itu dengan taruhan apa pun.


Kita wajib membantah pandangan keliru dan sesat, yakni pendapat yang menyalahi ajaran Islam. Dalam kamus dakwah hal itu bagian dari “mujadalah”, yakni adu argumentasi, dengan catatan “billati hiya ahsan”, dengan argumentasi yang lebih baik, kuat, dan dengan cara yang baik pula.


Kebenaran pendapat kita itu nisbi, relatif. Kebenaran mutlak hanya dari Allah SWT. Kesadaran demikianlah yang akan membuat kita tidak merasa paling benar karena Yang Maha benar hanyalah Allah SWT.



Menurut Hasan Al-Banna, perbedaan paham dalam masalah furu’ hendaklah tidak menjadi faktor pemecah belah agama dan tidak menyebabkan permusuhan dan kebencian.
Ibnu Taimiyah mengatakan: “Sesungguhnya para ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, dan orang setelah mereka, bila berbeda pendapat dalam suatu urusan, maka mereka mengikuti perintah Allah: ‘Kemudian jika kamu bearlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rosul (Sunnahnya), jika kamu benar benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS. An-Nisa’ /4:59 ). 


Rasulullah Saw mengingatkan: “Tidaklah suatu kaum tersesat setelah mendapatkan petunjuk, kecuali karena mereka suka berdebat (berbantah-bantahan)“ (HR. At-Tirmidzi).
Yang jelas, jangan pernah membantah kebenaran Ilahi dan perintah Allah SWT.
 
Semoga Bermanfaat

Posting Lebih Baru Posting Lama

Den Ryono. Diberdayakan oleh Blogger.

Dan Janganlah Kamu Mengikuti Apa yang Kamu Tidak Mempunyai Pengetahuan Tentangnya (Ilmunya). Sesungguhnya Pendengaran, Penglihatan dan Hati, Semuanya itu akan diminta Pertanggungan Jawabnya. (QS. Al-Isra : 36)

Kutinggalkan Pada Kamu Sekalian 2 Perkara Yang Kamu Tidak Akan Sesat Apabila Kamu Berpegang Teguh Pada Keduanya, Yaitu : Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya [[HR. Malik Dalam Al-Muwaththa' Juz 2 Hal 899]]