Petunjuk Memilih Pemimpin
Memilih pemimpin sangat strategis untuk menentukan arah kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemimpin yang baik akan membawa rakyatnya menuju kesejahteraan hidup dunia akherat. Sayang sekali banyak orang yang mensikapi pemilihan pemimpin dengan acuh tak acuh. Terbukti dari besarnya ketidak hadiran dalam pemilihan dan banyaknya orang yang hanya sekedar mencoblos kertas suara.
Ada 3 kriteria pemimpin yang layak kita pilih.
1. Amanah. Rasulullah saw pernah
berwasiat: ”Ketika amanat disia-siakan maka tunggulah saat
kehancurannya.” Sahabat bertanya: ”Bagaimana menyia-nyiakan amanat itu
ya Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab: “Ketika amanat diserahkan
kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.”
Ahli disini bisa bermakna orang yang cerdas dan trampil dalam
menunaikan amanah. Namun juga bisa bermakna orang yang memang berhak
untuk menerima amanah. Untuk itu teliti betul bakal calon pemimpin yang
hendak dipilih apakah dia benar-benar amanah. Sisihkan dari
daftar pilih orang-orang yang terbukti tidak amanah dan tetapkan pilihan
untuk bakal calon pemimpin yang paling kuat memegang amanah.
2. Sebagai pembesar suatu kaum
harus memiliki paradigma berfikir sebagai seorang pelayan, tidak
sebaliknya merasa dirinya sebagai seorang penguasa. Kabirul-qaum Khadimuhum,
pembesar suatu kaum itu hakekatnya adalah pelayan mereka. Ketika
seseorang merasa dirinya sebagai seorang pelayan, maka dia akan berfikir
: “Apa yang bisa saya perbuat untuk rakyat dan apa yang bisa saya
persembahkan untuk kesejahteraan mereka?”
Dalam keseharian orang seperti ini akan sibuk memikirkan kepentingan
rakyat dan siap mengalahkan kepentingan pribadi atau golongan untuk
rakyat. Sejarah menunjukkan bahwa Rasulullah saw sebagai pemimpin umat
yang kekuasaannya lebih besar dari raja dan kaisar, tetapi selalu hidup
dalam kesederhanaan. Tidak memiliki singgasana, tidur dengan beralas
daun kurma, bahkan sering lapar meski tidak berpuasa. Tapi untuk
kepentingan rakyatnya, beliau tidak pernah menolak orang yang meminta.
Para pemimpin yang merasa sebagai pelayan umat akan sedikit bicara
banyak bekerja, suka mendengarkan saran, tidak mundur karena celaan dan
tidak maju karena pujian. Sebaliknya, orang yang merasa dirinya sebagai
penguasa akan selalu menuntut untuk dilayani. Sebagai penguasa dia
merasa berhak untuk mendapatkan perlakuan istimewa. Bahkan kalau ada
yang kurang disuka, dia akan mudah tersinggung dan marah.
Akibatnya dia akan banyak bicara, tapi hanya sedikit bekerja. Agar
pemilu yang akan datang lebih berdaya guna dan berhasil guna, maka kita
perlu berikan dukungan kita hanya kepada para pemimpin yang siap
menjadi pelayan masyarakat. Hanya kepada mereka kita bisa berharap akan
adanya perubahan menuju perbaikan kesejahteraan rakyat.
3. Bahwa
seorang pemimpin itu harus faham bahwa dirinya akan bertanggung-jawab
kepada Allah swt atas apa yang dipimpinnya. Tidak hanya merasa bertanggung jawab kepada DPR atau DPRD, tidak hanya merasa bertanggung jawab kepada atasan atau bawahan, tetapi kepada Allah swt. Pertanggung jawaban seorang pemimpin itu tembus sampai akherat.
Kullukum ra’in wa kullukum mas-ulun ‘an ra’iyyatih (Kamu
sekalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung
jawaban atas apa yang dipimpinnya.) Pertanggung jawaban kepada atasan di
dunia ini bisa disiasati retorika bahasa dan manipulasi data. Tanggung
jawab kepada bawahan bisa dikhianati intimidasi dan tangan besi. Sedang
tanggung jawab kepada Allah, siapa yang mampu mensiasati dan
mengkhianati? Pengadilan di hadapan Allah swt benar-benar tegak dan
bersifat final. Tegak dalam arti adil, tidak ada kesalahan dan tidak ada
kecurangan. Bersifat final dalam arti tidak ada banding, tidak ada
kasasi, dan tidak ada peninjauan kembali.
Jauh berbeda dengan pengadilan di dunia yang bisa dibeli dengan harta
dan bisa dibelokkan dengan ancaman. Seorang pemimpin yang merasa
bertanggung jawab terhadap Allah swt akan berlaku lurus, tidak belok
sana belok sini, karena dia sadar bahwa kemanapun dia melangkah
pengawasan Allah selalu menyertainya. Dia juga akan cenderung berlaku
adil karena dia faham amal shaleh atau thaleh sekecil apapun akan
diperlihatkan balasannya. Dia yakin benar bahwa seluruh aspek
kehidupannya kan dipertanggung jawabkan di hadapan-Nya.
Untuk itu dalam mensikapi berbagai Pilkada dan Pemilu umat Islam
jangan terkecoh oleh simbol, bendera, dan nama partai. Jangan pula
tertipu oleh retorika bahasa. Yang penting realita, bukan retorika. Memilih
pemimpin karena partai bisa menyebabkan kita jatuh ke dalam
ashshobiyyah yang berbau syirik. Apalagi kalau wakil-wakilnya tidak
amanah, tidak suka melayani, dan tidak merasa bertanggung jawab kepada
Allah. Semoga Allah swt memberikan kekuatan kepada kita untuk
memilih pemimpin yang terbaik demi perbaikan kesejahteraan bangsa dunia
akherat. Amin
Posting Lebih Baru Posting Lama