Membudidayakan Kejujuran
Salah satu perilaku khas seorang Muslim adalah Jujur. Saya sepakat!
bahwa sifat ini mulai langka diantara kita, semangat kadang masih
membaja tetapi halangan juga kog ada saja. Tidak populis, tidak
menguntungkan dan merasa tidak ada yang tahu..mungkin itulah beberapa
sebab kenapa si jujur ditinggalkan.
“Sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan dan kebaikan
mengantarkan kepada surga. Sesungguhnya seseorang yang terbiasa berlaku
jujur maka ia disebut shiddiq (orang yang jujur). Sedang dusta
mengantarkan kepada perilaku menyimpang dan perilaku menyimpang
mengantarkan kepada neraka. Sesungguhnya seseorang biasa berlaku dusta
hingga ia disebut sebagai pendusta.” (HR. Bukhari Muslim).
Hadis di atas menganjurkan setiap muslim untuk senantiasa bersikap
jujur. Jika sikap jujur ini biasa dilakukan, maka Allah akan mencatatnya
sebagai orang yang senantiasa jujur. Diam dan bergaul bersama
orang-orang yang jujur akan menjadikan hati kita aman, nyaman dan
tentram sebab orang yang jujur tidak pernah melakukan hal-hal yang bisa
merugikan orang lain. Bergaul bersama orang-orang yang jujur adalah
perintah Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.” (QS. At
Taubah [9] : 119)
Jujur termasuk keharusan di antara sekian keharusan yang harus
menjadi sikap bagi setiap muslim dalam hubungannya kepada Allah dan
manusia. Jujur merupakan pondasi penting dalam membangun komunitas
masyarakat. Tanpa sikap jujur, seluruh ikatan kemasyarakatan akan
terlepas. Karena tidak mungkin membentuk suatu komunitas masyarakat
sedang mereka berinteraksi antar sesama mengabaikan perilaku jujur.
Seorang salafus shalih, Al Marudzi pernah bertanya kepada Imam Ahmad
bin Hambal. Katanya, “Dengan apakah seorang tokoh meraih reputasi tinggi
hingga terus dikenang?”
Imam Ahmad menjawab, “Dengan perilaku jujur. Sesungguhnya perilaku jujur terkait dengan sikap murah tangan (dermawan).” (Thabaqatul Hanabilah, jilid I, hal. 58)
Imam Ahmad menjawab, “Dengan perilaku jujur. Sesungguhnya perilaku jujur terkait dengan sikap murah tangan (dermawan).” (Thabaqatul Hanabilah, jilid I, hal. 58)
Perilaku jujur sebenarnya merupakan naluri setiap manusia yang tidak
bisa dipungkiri. Cukup sebagai bukti adalah ketika seorang anak kecil
diceritakan tentang sosok orang jujur dan sisi lain sosok pendusta, maka
pasti anak itu lebih menyukai orang jujur dan membenci pendusta.
Menjaga dan mengembangkan perilaku jujur tentu tidak mudah, artinya
butuh waktu untuk membiasakan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
Perilaku jujur sesungguhnya merupakan perhiasan berharga bagi seorang
muslim. Imam Fudhail bin Iyadh berkata, “Seseorang tidak berhias dengan
sesuatu yang lebih utama dari pada kejujuran.” (Hidayatul Auliya’, jilid
VIII, hal. 109)
Karena itu, seorang pemimpin yang tidak pernah melakukan KKN, suap
menyuap, penipuan dan sejumlah sikap arogan lainnya, pasti akan
disenangi sepanjang zaman.
Jujur dalam Ilmu
Dalam sebuah hadist disebutkan “Saling berlakulah jujur dalam ilmu
dan jangan saling merahasiakannya. Sesungguhnya berkhianat dalam ilmu
pengetahuan lebih berat hukumannya daripada berkhianat dalam harta. (HR.
Abu Na’im)”.
Disini mengandung hikmah bagaimana beratnya resiko yang ditanggung
orang yang pandai tetapi berkhianat dan menyembunyikan kebenaran. Hampir
mirip perilaku para pembesar Yahudi, dimana sebenarnya mereka
mengetahui ‘kebenaran’ tetapi dengan berbagai dalih kemudian
disembunyikan.
Merahasiakan ilmu adalah dosa, namun sebagai guru/ pengajar tentu
juga harus melihat tingkat kemampuan murid, artinya tidak semua hal bisa
langsuung disampaikan.
Sebagai gambaran, lihatlah hadits Rasulullah kepada seorang sahabat (yang maknanya): “Barangsiapa yang berkata: Laa Ilaaha Illa-Llah maka pasti masuk sorga. sahabat tersebut bertanya: Bolehkah aku kabarkan hal ini kepada orang lain? sabda beliau: “Tidak, sebab (dikhawatirkan) nantinya mereka ber-ittikal (semata mengharap rahmat tanpa usaha)”. Diakhir hayatnya sahabat ini kemudian meriwayatkan hadits ini. ia berkata: seandainya saya tidak takut dihukumi menyembunyikan ilmu, niscaya tidak akan aku sampaikan hadits ini.
So, dalam menuntut ilmu perlu kesabaran bagi yang menuntut dan juga
yang mengajari. Berpikir positif, Suka memaafkan dan Selalu memperbaiki
adalah Solusi dalam belajar. Apapun itu.
Yakinlah selalu, mengawali dengan Jujur maka 100% You’re on the right track!
Posting Lebih Baru Posting Lama