Kejujuran sebagai Pondasi Akhlakul Karimah
Banyak orang yang mengetahui bahwa kejujuran adalah sesuatu yang
sangat mahal harganya. Mungkin saking mahalnya sehingga sangat jarang
ditemukan pada orang-orang biasa. Hanya orang-orang yang luar biasa
sajalah yang masih mampu menggenggam “bara api ” kejujuran itu dalam
hidupnya. Namun begitu saya yakin bahwa setiap orang dalam hati nurani
nya terdalam pasti menginginkan hidup dalam kejujuran. Namun karena
tuntutan kepentingan yang begitu besar membuat mereka harus rela
melepas kejujurannya sementara.
Betapa banyak sekali manusia dewasa ini yang hidup dalam
ketidakjujuran demi mengejar prestise ataupun kenikmatan duniawi semata.
Seorang kepala sekolah akan merasa terhina jika siswanya banyak yang
tidak lulus, belum lagi menjadi iklan yang buruk untuk perekrutan calon
siswa baru mendatang. Seorang siswa merasa akan malu sekali jika tidak
lulus, dimarahi ortu dan harus mengulang di kelas yang sama adalah aib.
Maka tindakan menyontek di halalkan.
Dalan rumah tangga terkadang kita melihat seorang suami yang begitu
kejam dengan istri ataupun anaknya….eh begitu keluar suami tersebut
dengan gampangnya menebar senyum kepada setiap orang yang dijumpai
seakan-akan suami ini ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa dirinya
adalah orang yang ramah dan tidak pemarah. Begitu pula untuk istri,
kadang selepas marah dengan suaminya dan anak-anaknya yang dirumah…..eh
begitu keluar rumah dengan memakai make up yang menggoda berusaha untuk
menyapa kolega-koleganya sedemikian ramahnya seakan-akan si istri ini
adalah istri yang sempurna tanpa cacat dan istri terbaik dalam hidupnya.
Memang kadang kita sering berperilaku pura-pura dalam hidup ini,
entah itu kita sengaja untuk menutupi keburukan atau sekedar mencari
perhatian orang-orang disekitar kita.
Orang yang mampu mengalahkan dorongan hawa nafsunya untuk berbuat
jujur walaupun dalam keadaan sangat membutuhkan, berarti ia telah
berhasil memenangkan peperangan yang sangat besar, peperangan
mengalahkan dorongan hawa nafsu yang selalu menyuruh untuk berbuat
keburukan. Pada akhirnya orang tersebut akan mempunyai kesadaran tinggi
bahwa walaupun tidak ada orang lain yang menyaksikan dirinya berbuat
kecurangan atau maksiyat, tetapi hatinya sangat yakin bahwa Allah ada
dan sangat tahu tentang peristiwa itu. Manusia itu bisa bersembunyi dari
penglihatan sesama manusia tetapi ia tidak akan bisa bersembunyi dari
penglihatan Allah Yang Maha Melihat.
Pada zaman yang tidak stabil seperti seka-rang ini kita dapat
menyaksikan, banyak orang yang pintar akalnya tetapi bodoh kalbunya,
banyak yang kaya hartanya tetapi miskin jiwanya. Tidak sedikit orang
yang terpandang kedudukannya tetapi hilang kejujurannya, dan makin
bertam-bah pengkhianatannya.
Banyak orang yang sengaja melenyapkan kebaikannya dan berlomba
menambah keburukannya. Manusia sekarang sudah langka menghargai orang
lain karena kemuliaan akhlaknya, tetapi makin ber-tambah banyak orang
yang menghargai manusia karena tinggi pangkat, kedu-dukan dan banyaknya
perhiasan dunia. Dengan dasar tersebut maka tidak aneh kalau di zaman
sekarang lebih banyak manusia yang berlomba menumpuk harta dan mengejar
kedudukan walaupun dengan jalan yang tidak baik.
Mereka tidak memperdulikan
lagi halal atau haram, boleh atau tidak boleh, sehingga mereka tidak mau
tahu lagi mana hak dirinya dan mana hak orang lain.
Padahal Allah SWT dan Rasul-Nya telah mengajarkan kepada manusia
untuk selalu berbuat jujur dan berhati mulia. Allah telah berfirman
dalam al-qur’an surat al-Baqoroh ayat 42 artinya:
“Dan Jangan kau campur adukan yang haq
dengan yang bathil dan jangan kamu sembunyikan kebenaran itu, padahal
engkau mengetahuinya”,
dan Nabi Muhammad telah bersabda, Yang Artinya :
Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq RA ia berkata : Rasulullah SAW
bersabda, “Wajib atasmu berlaku jujur, karena jujur itu bersama
kebaikan, dan keduanya di surga. Dan jauhkanlah dirimu dari dusta,
karena dusta itu bersama kedurhakaan, dan keduanya di neraka”. [HR. Ibnu Hibban di dalam Shahihnya, juz 5, hal. 368, no. 5743]
Oleh karena itu, tausiyah di antara kita sekarang adalah anjuran
untuk selalu memelihara nilai-nilai kejujuran dalam diri kita melalui
pemeliharaan qolbu dan budi pekerti masing-masing kita. Lalu ajarkan-lah
nilai-nilai kejujuran itu kepada anak-anak kita sejak mereka masih
balita. Hargailah anak-anak kita apabila mereka berbuat jujur dan
berilah teguran dan pengertian apabila mereka berbuat bohong dan
berhianat. Sebab kejujuran itu suatu barang yang sangat berharga dan
susah didapat, kalau dipelihara dengan baik akan membawa kita hidup
berbahagia di dunia dan di alam baqa.
Sebaliknya kalau tidak dipelihara dengan baik akan hilang kejujuran
dari diri kita dan akan mengakibatkan kesengsaraan dunia dan akherat.
Jangan percaya kepada
omongan yang beredar di jalanan yang banyak dikatakan oleh orang yang
tidak berakhlaq baik, mereka mengatakan bahwa “siapa yang jujur pasti
hancur” atau siapa yang jujur pasti di kubur. Tetapi percayalah dengan
sepenuh hati dari perkataan orang bijak bahwa “orang jujur itu pasti
mujur”. Atau orang jujur pasti makmur. Memang mungkin pada awalnya orang
yang curang itu beruntung, hidupnya seperti serba mudah, tetapi
lihatlah di akhir perjalanan hidupnya keuntungan mereka tidaklah lama,
kegembiraan berganti kesusahan, kesejahteraan berganti dengan tangisan,
kemulyaan berganti kehinaan. Sedangkan orang jujur pada mulanya tidak
begitu mujur atau bahkan kesusahan tetapi pada akhirnya ia tetap bahagia
yang sangat abadi, kemuliaan yang tiada berhenti di dunia terus
berlanjut ke akhirat nanti.
Hubungan hati dengan perilaku seseorang adalah hubungan timbal balik,
yang satu mempengaruhi yang lain. Hati mempola terhadap tingkah laku
begitu pula seba-liknya tingkah laku akan memberi akibat kepada hati.
Hati yang baik akan menjadi pedoman perilaku seseorang sehingga menjadi
baik, perilaku yang baik akan mengkondisikan hati menjadi baik. Begitu
pula hati yang tidak baik mendorong seseorang untuk berperilaku tidak
baik dan perilaku yang buruk akan menyebab-kan hati rusak. Karena setiap
perilaku buruk dikerjakan akan menyebabkan hati bergetar tidak teratur
dan kalau keadaan tersebut terus menerus akan mengaki-batkan keadaan
hati menjadi buruk.
Sabda Nadi SAW, yang Artinya :
Sabda Nadi SAW, yang Artinya :
Dari Hasan bin Ali RA ia berkata : Saya hafal dari Rasulullah SAW
(beliau bersabda), “Tinggalkan apa-apa yang meragukanmu (berpindahlah)
kepada apa-apa yang tidak meragukanmu, karena jujur itu adalah ketenangan dan dusta itu adalah keraguan“. [HR. Tirmidzi dan ia berkata : Hadits Hasan Shahih, di dalam At-Targhiib wat Tarhiib, juz 3, hal. 589]
Yang jelas ketidak jujuran akan menyebabkan kerusakan hati, dan kalau
dibiarkan akan menyebabkan hati itu rusak parah, padahal hati itu inti
dari kehidupan kalau hatinya baik maka semua kehidupan itu akan baik,
sebaliknya kalau hati tidak baik maka semua kehidupan itu akan tidak
baik. Ada dua cara agar kita selalu hidup jujur dan hati kita terhindar
dari kerusakan; yang pertama adalah hendaknya mengingat sifat IHSAN, ada
dan tiada perbuatan semuanya terlihat dan merasa dilihat Allah. Yang
kedua, hendaknya selalu mengingat bahwa manusia akan mati.
Dengan mengingat mati maka manusia menyadari bahwa hidup itu tidak
lama, dan dengan mengingat mati manusia menyadari bahwa dirinya sedang
menunggu pulang kehadirat Illahi.
Dengan mengingat mati,
tidak ada agenda menunda minta ampun di kala pada suatu hari nanti
kelak. Semua harus dilakukan dengan terbaik, dengan jujur, dan jika
terjerembab ke dalam dosa lekas bertaubat saat itu juga. Dan dengan
mengingat mati (yang siap datang kapanpun) maka hidup dilalui dengan
hati-hati, tidak sembarangan karena semua yang diucap dan dilakukan
sudah dipikirkan dengan baik.
Nilai-nilai kejujuran yang dilandasi oleh nilai-nilai relijius diatas
paralel dengan nilai-nilai etika moral yang berlaku secara umum. Tidak
terkecuali dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan adalah sebuah tempat
bagi manusia untuk mengembangkan nilai-nilai kejujuran, sehingga output
dari dunia pendidikan tersebut adalah sumber daya insani (human
capital) yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran.
Ini merupakan sebuah cita-cita ideal dari dunia pendidikan sebagai
basis untuk belajar kejujuran. Seperti kata orang bijak, kejujuran itu
berangkat dari rumah dan sekolah.
Belajar kejujuran yang pertama adalah dari kejujuran yang ada dalam
keluarga dan yang ada di sekolah. Percaya atau tidak bahwa dalam
keluarga yang baik atau disekolah yang baik, yang meletakkan basis
pemahaman yang agamis, kita selalu saja diajarkan agar selalu bersikap
Jujur. Hidup dengan kejujuran selalu saja dijadikan sebagai sebuah jalan
yang bisa mengantarkan kita kepada posisi selamat. Dan terbukti, dewasa
ini dunia pendidikan formal yang berfungsi menjalankan fungsi edukatif
dipandang kurang mencerminkan sebagai suatu lembaga inkubator kejujuran.
Sering terdengar kejadian prilaku ketidak jujuran dipraktekan,
seperti pelanggaran hak kekayaan intellektual dengan tumbuh-kembang-nya
pola-pola copy paste dalam dunia penelitian akademik, pengangkatan guru
yang tidak jujur dengan melalui jalur nepotisme, penyalahgunaan anggaran
pendidikan, budaya nyontek di kalangan sisiwa, penipuan dalam
sertifikasi dan yang diterakhir kali yang sangat mengiris hati adalah
banyaknya kecurangan dalam pelaksanaan UN.
Kecurangan adalah bentuk ketidakjujuran dalam dunia pendidikan yang
idealnya menjadi tempat belajar bagi anak-anak atau bahkan kita sendiri
untuk belajar kejujuran. Sekolah yang selama ini menjadi harapan bagi
kita untuk membangun sikap-sikap positif yang mulia, seperti berakhlak
baik dalam artian menjunjung nilai-nilai kejujuran, sopan santun, dan
sebagainya ternyata sekarang semakin sirna.
Oleh karena itu, perlu memposisikan sekolah sebagai basis untuk
belajar kejujuran adalah sesuatu yang final dan krusial. Pola-pola
ketidakjujuran yang terjadi dalam dunia pendidikan harus mendapat
respons yang sangat tegas dari para stakeholders dan dari semua elemen
bangsa termasuk orang tua dan murid, sehingga sekolah kembali menjadi
tempat yang sangat penting dalam menumbuhkan nilai-nilai kejujuran
sumber daya insani Indonesia.
Memelihara amanah itu sebagaimana memelihara kejujuran mudah
diucapkan tetapi sangat berat dalam pelaksanaan. Membina diri untuk
jujur dan amanah adalah tidak sesederhana dalam wacana tetapi memerlukan
potensi dan waktu yang relatif panjang. Sebab jujur itu bagian dari
kepribadian yang merupakan hasil dari proses internalisasi nilai-nilai
yang sangat lama oleh karena itu perlu komitmen bersama untuk
menciptakan kejujuran pada diri kita maupun anak-anak generasi muda kita
.
Pola pengasuhan anak yang cenderung selalu mengkambing hitamkan benda
atau binatang ketika anak kita melakukan kesalahan akan membekas di
diri anak bahwa setiap kesalahan yang ia perbuat adalah akibat dari
orang lain, kesadaran itu melekat kuat sampai dewasa ketika ia telah
menjadi pemimpin dan membuat kesalahan maka kesalahnnya itu tidak ia
akui sebagai kesalahan dirinya tetapi ia tuduhkan kepada bawahannya
ataupun kepada orang lain sebagai kambing hitam.
Tiada kebahagiaan yang
abadi kecuali kebahagiaan orang jujur di surga kelak, dan tiada
kesengsaraan yang abadi kecuali kesengsaraan orang yang tidak jujur di
neraka kelak.
Semoga bermanfaat.
Posting Lebih Baru Posting Lama